-->
Featured Article

Kamis, 12 September 2013

Khasiat air rebusan daun sirsak....!!!!

Mungkin sobat BACA INI sudah ada yang mengetahui khasiat air rebusan daun sirsak, Nah buat sobat BACA ini yang belum mengetahuinya, kali ini saya akan berbagi informasi mengenai khasiat air rebusan daun sirsak.

http://ibnisakhiy.blogspot.com


Pada daerah-daerah tertentu informasi tentang khasiat daun sirsak diwariskan Secara turun temurun . Daun sirsak dimanfaatkan oleh orang-orang Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit. Seperti contoh, masyarakat sunda (Jawa Barat)  menggunakana daun dan buah sirsak yang masih muda untuk obat penurun tekanan darah tinggi, sedangkan masyarakat Aceh menggunakan daun sirsak untuk mengobati sakit batuk. Sementara itu di daerah Sulawesi Selatan, daun sirsak bisa digunakan untuk penurun panas. Bahkan saat ini sudah ada dokter dan para herbalis yang meresepkan daun sirsak untuk mengatasi beberapa penyakit. Tidak hanya di dalam negeri, di Negara lainpun daun dan buah sirsak tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tetapi juga dimanfaatkan untuk obat dan pestisida alami.

Fungsi utama dari daun sirsak yaitu membunuh sel-sel kanker pankreas, paru-paru, ginjal, pankreas, payudara, prostat, dan usus besar, leukemia, sedangkan kegunaan lainnya adalah:
  • Mengeliminasi radikal bebas, mengeringkan sel kanker, menyembuhkan peradangan dalam tubuh, dan terutama meningkatkan stamina pasien agar tubuh tidak lemah.
  • Menyembuhkan peradangan, misalnya radang tenggorokan, usus, pencernaan, ambeien, dan diabetes.
  • Mencegah dan menyembuhkan asam urat
  • Menyembuhkan penyakit kadar kolesterol jahat yang tinggi
  • Bagi pria, daun sirsak menambah jumlah dan memperkuat sperma.
  • Meningkatkan kekebalan tubuh.
Efek dari meminum air rebusan daun sirsak biasanya perut akan terasa hangat/panas, lalu badan berkeringat terus, mirip dengan efek chemoteraphy . Yang anda harus ingat bahwa obat ini adalah obat herbal, jadi efek kesembuhannya tidak cepat, artinya setelah minum rutin selama kurang lebih 3-4 minggu khasiat air rebusan daun sirsak baru terlihat. Tanda-tanda obat herbal ini membasik diantaranya kondisi penderita makin membaik, mulai bisa beraktifitas kembali, dan setelah diperiksa lab/ dokter ternyata sel-sel kankernya mulai mati dan mengering, sementara itu sel-sel lain yg tumbuh seperti rambut, kuku, dan lain-lain sama sekali tidak terganggu. Jika anda googling di internet sudah banyak testimoni dari para penderita kanker yang menggunakan pengobatan herbal ini. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang menjual obat Graviola atau daun sirsak ini dalam bentuk kapsul, sehingga lebih mudah dan praktis diminum.

Khasiat air rebusan daun sirsak yang pertama adalah untuk penyembuhan kanker dan bisa juga sebagai pencegahan. Daun sirsak atau Graviola mengandung zat anti kanker yang disebut Annonaceous Acetogenin, yang bisa membunuh sel-sel kanker tanpa mengganggu sel-sel sehat lain dalam tubuh manusia. Akhir-akhir ini  semakin banyak orang yang testimoni bahwa setelah rutin meminum air rebusan daun sirsak penyakit kankernya bisa hilang. Untuk treatmen penyakit kanker yaitu dengan merebus 10 lembar daun sirsak yang sudah tua (warna hijau tua). Jumlah air kurang lebih 3 gelasr (600 cc). Rebus terus hingga menguap dan airnya tinggal kurang lebih 1 atau 1,5 gelas (200cc) saja. Air yang tinggal 1 gelas disaring lalu diminumkan ke penderita setiap hari 2 kali, pagi dan sore. Namun untuk memantau perkembangannya tentunya harus terus sambil berkonsultasi dengan dokter.

dikutip dari berbagai sumber

Mari berlibur ke Situ Cangkuang Garut....!!!!

http://ibnisakhiy.blogspot.com

Situ Cangkuang ialah salah satu objek wisata yang dibanggakan masyarakat Garut karena bukan hanya keindahan alamnya saja yang menjadi andalan, namun kaya akan nilai-nilai historisitas. Mengunjungi Situ Cangkuang seolah akan membawa pengunjung kepada eksotisme dan keindahan surga dunia yang sengaja diberikan Tuhan. Bayangkan saja, Situ Cangkuang memiliki panorama yang menyilaukan mata dan membuat betah pengunjungnya, yang dipadu dengan udaranya yang sejuk serta kerap kali dituruni oleh salju tipis.

Situ Cangkuang ditutupi oleh bunga teratai yang indah, dimana ditengah-tengahnya ada sebuah pulau kecil, dan di pulau kecil itulah Candi Cangkuang ada. Penamaan Cangkuang sendiri diambil dari pohon Cangkuang yang masih terdapat di kawasan tersebut. Di dekat situ ada sebuah makam Arif Muhammad yang dianggap sebagai penyebar agama Islam tersohor yang datang dari Kerajaan Mataram.

Mengunjungi Situ Cangkuang tidak hanya sekadar menikmati sajian alam yang menawan. Namun romantisme Hindu dan Islam yang pernah tergali dari situs candi yang ditemukan di tengah Situ Cangkuang. Candi bercorak Hindu ini ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Candrasasmita berdasarkan atas laporan yang ditulis Vorderman dalam buku notulen Bataviaasch Genootshap (terbit tahun 1893). Dalam tulisan tersebut disinggung tentang temuan sebuah arca (Hindu) di sekitar situ.

Bentang alam yang dikelilingi oleh Situ Cangkuang memberikan nilai keunikan tersendiri dibandingkan dengan tempat lain yang sejenis. Selain itu secara geografis Situ Cangkuang memiliki luas kawasan yang cukup luas 340,775 Ha. Situ Cangkuang yang menjadi bagian kronologis sejarah Islam tidak terlepas dari nilai heritage dan berubah menjadi daerah tujuan wisata yang sangat menarik. Beberapa fasilitas yang terdapat disini antara lain museum, kios makanan, dan cinderamata, tempat parkir, pos tiket, gerbang pintu masuk, pelayanan informasi, toilet, shelter, tempat sampah, dermaga rakit.

Lokasi

Situ Cangkuang berada di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat -Indonesia.

Selasa, 10 September 2013

Nama asli Pulau Sumatera....!!!!

Taukah sobat nama asli Pulau Sumatera???? 

http://ibnisakhiy.blogspot.com

Kali ini saya akan memberikan sedikit informasi mengenai nama asli pulau Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”.

Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau.

Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu.

Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (”pulau emas”) atau Suwarnabhumi (”tanah emas”).

Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!

Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis.

Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera.

Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.

Memang orang Eropa seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama “Hindia Timur” (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra.

Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara.

Sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita : Sumatera.