Indah...Agung...elok..!!!
Mesjid Raya Bandung berada di alun-alun kota Bandung, merupakan merupakan mesjid kebanggaan warga Bandung. Mesjid Raya Bandung dulu bernama Mesjid Agung Bandung. Mesjid Raya Agung sempat mengalami beberapa kali renovasi. Selesai dibangun pada tahun 2006. Proyek renovasi ini memberikan nuansa baru dengan dibangunnya dua menara kembar dengan ukuran ketinggian yang melambangkan asma Allah SWT. Dan pembangunan Mesjid Raya Bandung ditengah pusat kota menggambarkan bahwa kota Bandung merupakan kota yang agamis.
Proyek renovasi dan pembenahan ini diharapkan akan memancarkan nuansa baru Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat terutama dibangunnya menara kembar yang menjulang tinggi. Masing-masing 81 meter, yang semula direncanakan setinggi 99 meter. Hal ini mencerminkan nama-nama Allah SWT (Asmaul Hasna). Tetapi karena pertimbangan keamanan lalu lintas udara, maka tinggi menara kembar yang diizinkan hanya setinggi 81 meter. Namun menurut Ir. Garin Nugroho (site manager), ketinggian menara kembar ini tetap 99 meter jika dihitung dari pondasi setinggi 18 meter. Menara kembar tersebut selain berfungsi untuk kepentingan spiritual, juga akan dimanfaatkan untuk kepentingan komersial telekomunikasi, dan obyek wisata.
Atap tradisional masjid diganti dengan bentuk kubah, sehingga kesan bangunan masjid akan lebih mudah dikenali. Luas tanah keseluruhan Mesjid Raya Bandung adalah 23.448 m², dan luas bangunan keseluruhan adalah 8.575 m². Kapasitas jamaah masjid lama adalah 7.836 jamaah. Kapasitas masjid baru 4.576 jamaah. Sehingga kapasitas Mesjid Raya Bandung seluruhnya mencapai 12.412 jamaah.
Dengan menara atau twin towers Mesjid Raya Bandung, kita untuk melihat Bandung dan membenarkan teori, bahwa Bandung adalah sebuah cekungan atau sebuah danau raksasa, karena sejauh mata memandang 360 derajat akan kita lihat dinding-dinding batu seakan kita berada di dalam sebuah cekungan raksasa. Bandung ternyata enak dinikmati di puncak menara Masjid Agung-nya. Hanya membayar 2000 rupiah per orang kita bisa naik lift salah satu menaranya yang buka dari pagi hingga sore hari.
Pihak Masjid memang membuka kesempatan bagi siap saja untuk naik ke menaranya yang menyediakan viewing gallery. Setiap hari ratusan orang dari dalam dan luar kota memanfaatkan atraksi murah meriah ini dan semakin ramai pada saat hari libur.
Menara Mesjid Raya Bandung bagian Selatan, kita bisa melihat Pendopo, kediaman resmi (tempat tinggal resmi) Walikota Bandung. Bangunan ini merupakan salah satu bangunan tertua yang dibangun oleh Bupati Wiranatakusumah II (Dalem Kaum) di awal abad ke-19 saat kota Bandung pertama kali dikembangkan.
Di bagian Timur Mesjid Raya Bandung kita bisa melihat gedung Bank Mandiri berwarna putih ( dulunya bernama Nederlansche Handel Maatschappij Bank yang dibangun tahun 1912 oleh Edward Cupyers) berhadapan dengan jalan Asia Afrika. Sebelahnya adalah gedung Perusahaan Listrik Negara (PLN), juga bagunan Art Deco yang dilindungi. Di kejauhan tepatnya sebelah Utara kita bisa melihat Gunung Tangkuban Perahu. Pemandangan gunung seperti ini agak jarang terlihat karena seringkali tertutup oleh kabut asap kendaraan bermotor yang semakin pekat. Bangunan di bawahnya adalah Kantor Pos Bandung (Posten Telegraaf Kantoor) yang masih berdiri kokoh dengan usianya yang sudah mencapai 81 tahun (1928).
Foto: bapusipda jabar
Proyek renovasi dan pembenahan ini diharapkan akan memancarkan nuansa baru Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat terutama dibangunnya menara kembar yang menjulang tinggi. Masing-masing 81 meter, yang semula direncanakan setinggi 99 meter. Hal ini mencerminkan nama-nama Allah SWT (Asmaul Hasna). Tetapi karena pertimbangan keamanan lalu lintas udara, maka tinggi menara kembar yang diizinkan hanya setinggi 81 meter. Namun menurut Ir. Garin Nugroho (site manager), ketinggian menara kembar ini tetap 99 meter jika dihitung dari pondasi setinggi 18 meter. Menara kembar tersebut selain berfungsi untuk kepentingan spiritual, juga akan dimanfaatkan untuk kepentingan komersial telekomunikasi, dan obyek wisata.
Atap tradisional masjid diganti dengan bentuk kubah, sehingga kesan bangunan masjid akan lebih mudah dikenali. Luas tanah keseluruhan Mesjid Raya Bandung adalah 23.448 m², dan luas bangunan keseluruhan adalah 8.575 m². Kapasitas jamaah masjid lama adalah 7.836 jamaah. Kapasitas masjid baru 4.576 jamaah. Sehingga kapasitas Mesjid Raya Bandung seluruhnya mencapai 12.412 jamaah.
Dengan menara atau twin towers Mesjid Raya Bandung, kita untuk melihat Bandung dan membenarkan teori, bahwa Bandung adalah sebuah cekungan atau sebuah danau raksasa, karena sejauh mata memandang 360 derajat akan kita lihat dinding-dinding batu seakan kita berada di dalam sebuah cekungan raksasa. Bandung ternyata enak dinikmati di puncak menara Masjid Agung-nya. Hanya membayar 2000 rupiah per orang kita bisa naik lift salah satu menaranya yang buka dari pagi hingga sore hari.
Pihak Masjid memang membuka kesempatan bagi siap saja untuk naik ke menaranya yang menyediakan viewing gallery. Setiap hari ratusan orang dari dalam dan luar kota memanfaatkan atraksi murah meriah ini dan semakin ramai pada saat hari libur.
Menara Mesjid Raya Bandung bagian Selatan, kita bisa melihat Pendopo, kediaman resmi (tempat tinggal resmi) Walikota Bandung. Bangunan ini merupakan salah satu bangunan tertua yang dibangun oleh Bupati Wiranatakusumah II (Dalem Kaum) di awal abad ke-19 saat kota Bandung pertama kali dikembangkan.
Di bagian Timur Mesjid Raya Bandung kita bisa melihat gedung Bank Mandiri berwarna putih ( dulunya bernama Nederlansche Handel Maatschappij Bank yang dibangun tahun 1912 oleh Edward Cupyers) berhadapan dengan jalan Asia Afrika. Sebelahnya adalah gedung Perusahaan Listrik Negara (PLN), juga bagunan Art Deco yang dilindungi. Di kejauhan tepatnya sebelah Utara kita bisa melihat Gunung Tangkuban Perahu. Pemandangan gunung seperti ini agak jarang terlihat karena seringkali tertutup oleh kabut asap kendaraan bermotor yang semakin pekat. Bangunan di bawahnya adalah Kantor Pos Bandung (Posten Telegraaf Kantoor) yang masih berdiri kokoh dengan usianya yang sudah mencapai 81 tahun (1928).
Foto: bapusipda jabar